Senin, 25 Juli 2011

Bangkit Dari Sujud Menuju Raka’at Berikutnya

Bangkit Dari Sujud Menuju Raka’at Berikutnya
Setelah mengangkat kepala dari sujud yang kedua, dan hendak bangkit ke raka’at berikutnya, maka wajib mengucapkan takbir.

# “Kemudian beliau mengangkat kepalanya, lalu bertakbir.” (HR. Abu Dawud dan Hakim)

# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri.” (HR. Abu Ya’la dengan sanad jayyid)

# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit berdiri untuk melakukan raka’at ketiga sambil bertakbir.” (HR. Bukhari dan Muslim)

# “Begitu juga apabila beliau hendak berdiri pada raka’at keempat, maka beliau mengucapkan takbir Allahu Akbar.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

a) Duduk Istirahat
Para Ulama telah sepakat, bahwa duduknya orang yang shalat setelah bangkit dari sujud kedua pada raka’at pertama dan ketiga, yakni sebelum berdiri ke raka’at kedua dan keempat (duduk istirahat), tidak termasuk kewajiban shalat, tidak pula termasuk sunnah muakkadah. Kemudian ada perbedaan pendapat, apakah hukumnya sunnah saja atau memang tidak termasuk kewajiban shalat sama sekali, atau boleh dilakukan oleh yang membutuhkannya karena fisiknya lemah akibat usia lanjut atau karena sakit atau fisiknya yang tidak fit.

Yang berpendapat bahwa duduk istirahat tersebut hukumnya adalah sunnah adalah Imam Asy-Syafi’i., ulama Kuffah dan sejumlah ahli hadits, demikian juga menurut salah satu pendapat Imam Ahmad, yaitu berdasarkan hadits:

# Dari Malik bin Huwairits bahwasanya,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat, maka bila pada raka’at yang ganjil tidaklah beliau bangkit sampai duduk terlebih dulu dengan lurus.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Yang berpendapat bahwa duduk istirahat tersebut tidak termasuk kewajiban shalat sama sekali, di antaranya adalah: Abu Hanifah, Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Mereka menyatakan bahwa karena hadits-hadits lainnya tidak menyebutkan adanya duduk istirahat tersebut, maka kemungkinannya adalah; bahwa yang disebutkan dalam hadits Malik bin Al-Huwairits tentang duduk tersebut adalah di akhir hayat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika fisik beliau telah lemah atau karena sebab lain.

Dan pendapat ketiga, yaitu menggabungkan antara hadits-hadits yang ada; bahwa duduk istirahat tersebut boleh dilakukan oleh yang membutuhkannya karena fisiknya lemah akibat usia lanjut atau karena sakit atau fisiknya yang tidak fit.

Kelompok ini mengatakan, bahwa duduk istirahat tersebut disyariatkan saat dibutuhkan saja (hukumnya mustahab). Tidak disebutkannya duduk istirahat tersebut dalam hadits-hadits lainnya bukan berarti bahwa duduk istirahat itu tidak mustahab, melainkan hanya untuk menunjukkan bahwa duduk istirahat itu tidak wajib.

Pendapat kelompok ini, dikuatkan dengan dua hal:
Pertama: Bahwa pada dasarnya perbuatan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam itu adalah persyariatan untuk diikuti.
Kedua: Tentang duduk istirahat tersebut yang disebutkan dalam hadits Abu Humaid As-Saidi, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad jayyid, yang mana dalam hadits tersebut disebutkan tentang sifat shalat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam seperti itu (duduk istirahat) kepada sepuluh orang sahabat, dan mereka membenarkannya.

b) Cara Bangkit Dari Sujud
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai apa yang terlebih dahulu harus diangkat ketika bangkit dari sujud, yaitu apakah tangan yang terlebih dahulu ataukah lutut.

1) Tangan Terlebih Dahulu Sebelum Lutut
Para fuqaha yang berpendapat bahwa tangan terlebih dahulu sebelum lutut di antaranya adalah: madzhab Imam Abu Hanifah dan madzhab Imam Asy-Syafi‘i serta menurut sebagian riwayat madzhab Imam Malik.

# Dari Wail bin Hujr radhiyallahu anhu, ia berkata,
”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan ketika bangkit dari sujud mengangkat kedua tangannya terlebih dahulu sebelum kedua lututnya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ad-Darimi, Ad-Daruqutni, Ath-Thahawi, Ath-Thabarani, Al-Hadzimi, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Baghawi dan Ibnu Hibban)

Menurut Ad-Daruqutni: Dalam periwayatannya Yazid sendirian, dan tidak menyampaikan hadits dari ‘Ashim bin Kalib selain Syarik, dan Syarik bukan termasuk perawi yang kuat.

Menurut Al-Baihaqi: Hadits ini termasuk hadits yang diriwayatkan secara ifradh oleh Syarik Al-Qadhi. Dan menurut Ibnu ‘Arabi dalam Kitab ‘Aridhah Al-Ahwadzi bahwa hadits ini gharib (asing tidak pernah didengar)

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Al-Baihaqi dari sanad lain diketahui bahwa ada sanad yang terputus antara Abdul Jabar dan Ayahnya, ia tidak pernah mendengar hadits ini.

2) Lutut Terlebih Dahulu Sebelum Tangan & Bertumpu Pada Bumi
# Imam Malik bin Huwairits berkata kepada para sahabat,
Bukankah aku telah menyampaikan hadits tentang shalat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam? Setelah itu ia mencontohkannya. Ketika mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua pada raka’at pertama, beliau duduk. Setelah itu bangun dengan bertumpu pada bumi.” (HR. An-Nasa’i, Asy-Syafi’i dan Al-Baihaqi, dengan sanad shahih)

Imam Asy-Syafi’i setelah menguraikan hadits Malik bin Huwairits berkata, “Kami mengambil pendapat dari hadits ini. Maka kami memerintahkan orang yang bangun dari sujud atau duduk dalam shalat untuk bertumpu dengan kedua tangannya secara bersamaan, mengikuti sunnah.”

# “Kemudian Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bangkit ke raka’at kedua dengan tangan bertumpu ke tanah.” (HR. Asy-Syafi’i dan Bukhari)

# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan ‘ajn ketika shalat, yaitu berdiri ke raka’at berikutnya bertumpu pada kedua tangannya.” (HR. Abu Ishaq Al-Harbi dengan sanad shahih. Semakna dengan hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad shahih)

# “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebelum bangkit berdiri, terlebih dahulu beliau duduk istiwa’, …. Lalu beliau berdiri sambil bertumpu pada kedua telapak tangannya yang menekan tanah atau lantai.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar